Apa sih homeschooling itu? Pertanyaan ini cukup sering saya terima. Homeschooling, secara sederhana, adalah kegiatan belajar yang dilakukan secara mandiri oleh keluarga. Umumnya, sekarang ini kegiatan belajar ditangani oleh negara. Anak-anak dimasukkan ke sekolah lalu diajar beragam mata pelajaran. Kurikulum, dari filosofi sampai metode belajar, disusun oleh negara. Gurunya pun dididik oleh negara. Pembiayaannya juga ditanggung oleh negara. Tugas orang tua apa? Memastikan anak mengikuti sistem pendidikan yang ditetapkan. Orang tua juga bisa bekerja sama dengan sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah anaknya.
Trus, jika kegiatan mendidik sudah ditangani oleh negara, apa perlunya orang tua menyelenggarakan homeschooling?
Ada banyak alasan orang tidak memasukkan anaknya ke sekolah formal. Ada yang anaknya tidak cocok dengan sistem yang ada, sekolah terlalu jauh dari tempat tinggal, sering pindah, anak punya kebutuhan khusus, dll. Apapun alasan yang dimiliki sebuah keluarga, yang jelas ujungnya anak belajar dengan metode homeschooling.
Sebagian orang cocok dengan homeschooling, Keluarga saya, misalnya. Anak pertama saya dulu sempat sekolah lalu mogok. Dia suka menghabiskan waktunya dengan membaca dan mengerjakan aneka kegiatan kreatif. Dulu, waktu dia mogok belajar, sempat saya mencoba memasukkan dia ke beberapa sekolah, ada yang negeri ada yang swasta. Tapi tak ada yang bertahan lebih dari satu minggu. Akhirnya kesimpulan didapat sudah. Ni anak memang nggak suka sekolah. Kami pun memilih menyelenggarakan homeschooling.
Awalnya sempat meraba-raba juga. Berhubung homeschooling adalah jalan yang sama sekali baru bagi saya, jadi sempat selama beberapa waktu saya kebingungan menentukan arah belajar. Ini terutama karena saya belum bisa melepaskan diri dari konsep sekolah. Setelah homeschooling berjalan selama sekitar 6 bulan saya baru menemukan. Memang sempat ada kekhawatiran apa saya bisa menangani ini semua. Saya merasa kok seperti beban terlalu berat ditaruh di pundak orang tua. Kalau anak sekolah, kan orang tua bisa berbagi beban. Tapi setelah dijalani saya mulai menemukan arah. Kuncinya adalah banyak membaca pemikiran tokoh-tokoh pendidikan. Saya banyak membeli buku tentang pendidikan dari yang filosofis sampai praktis. Dari semua buku itu akhirnya saya berhasil mendapat satu gambaran.
Homeschooling sebenarnya tidak seberat yang dibayangkan banyak orang. Terasa berat karena mungkin mikirnya harus digarap kayak sekolahan. Orang tua harus mengajari materi di buku teks sekian jam sehari, padahal pekerjaan orang tua banyak. Pun orang tua gak ngerti semua pelajaran. Di sini, homeschooling akan terasa horor.
Setelah sekian lama, saya menemukan bahwa kunci penting homeschooling itu sederhana, yaitu: sederhanakan materi, fokus di kompetensi, panjangkan waktu mempelajari, dan rendahkan ekspektasi. Banyak orang tua yang terlalu tergesa. Anak masih 5 tahun, tapi udah pasang target usia 7 tahun anak sudah nerbitin buku sendiri, dan usia 10 tahun sudah punya banyak novel dan memenangkan aneka lomba. Ini kan namanya orang tua menjadikan anak sebagai penuntas ambisinya. Tugas orang tua itu ya menguatkan kemampuan dasar anak untuk belajar agar nanti dia bisa belajar secara mandiri. Kalau anak sudah jadi pembelajar mandiri dia akan bisa menemukan minatnya secara mandiri dan tekun di sana. Bagaimana cara anak jadi pembelajar mandiri? Kuatkan kemampuan literasi, numerasi, dan daya juangnya (kegigihan).
Saya punya kebiasaan, sejak anak saya bayi dia selalu dibacakan buku. Itu berlangsung terus hingga sekarang. Saya membatasi penggunaan gawai, memperbesar waktunya untuk produktif melahirkan karya-karya kreatif. Dengan belajar seperti ini, potensi anak akan terjaga. Dan insyallah ia akan bisa menemukan minatnya secara mandiri.