“Imajinasi adalah sumber semua pencapaian manusia”. Demikian Sir Ken Robinson, seorang profesor pendidikan Inggris, menyatakan. Orang-orang berimajinasi bisa bepergian dengan alat yang bisa membawa mereka terbang, akhirnya, terciptalah pesawat. Orang-orang berimajinasi bisa ke bulan, akhirnya dibuatlah pesawat yang mampu mengantarkan manusia ke sana. Awal dari segala kreativitas manusia adalah imajinasi. Ibarat pohon, imajinasi adalah akarnya, batang dan daun adalah kreativitas, sementara buah adalah hasilnya. Bagaimana bisa memetik hasil tanpa menaburkan tunas yang akan mengeluarkan akar, batang dan buah?
Eksperimen
Dalam sebuah pelatihan mengajar kreatif, saya melakukan eksperimen berikut:
Saya membagi kertas ke peserta. Kertas-kertas itu saya beri gambar dua lingkaran kecil. Saya minta peserta melengkapi gambar itu dalam waktu 10 detik.
Inilah kertas bergambar dua lingkaran kecil
yang didapat peserta. (maaf kalau gambarnya rada buram) |
Apa yang bisa digambar seseorang dalam 10 detik berdasarkan gambar tersebut? Macam-macam.
Saya membuat daftar berikut dalam kepala saya:
1. Gambar wajah orang
2. Tali jemuran lengkap dengan tiangnya
3. Garis lurus
4. Jam dinding
5. Layang-layang
6. Mangkuk
7. Tiang gawang
8. Dua batang korek api
9. Bunga sederhana
10. Gambar abstrak
Setelah 10 detik, saya mengambil semua kertas peserta. Saya mendapatkan lembaran yang kebanyakan diisi gambar-gambar tak jelas. Ini contohnya.
Ini gambar apa ya. Sepertinya
layang-layang. |
Ini gambar lidah melet dari sebuah
wajah yang tidak sempurna. |
Setelah saya mendapatkan hasil gambar 10 detik ini, saya membagi kertas lagi, tetap dengan gambar dua lingkaran kecil di tangahnya. Kali ini saya memberi mereka waktu 10 menit. Mari kita lihat apa gambar yang mereka hasilkan (beberapa di antaranya)
ini gambar bunga-bunga yang cantik |
waw, gambar yang sangat keren |
Gambar pantai di kala senja, lengkap
dengan perahu dan matahari jelang terbenam. Bahkan ditambahi puisi pula. |
gambar seorang anak berkaca mata.
Ini foto di akun instagramnya (begitu menurut keterangan gambar) |
Saya menunjukkan semua gambar-gambar 10 menit itu ke peserta. Saya bandingkan dengan gambar 10 detik mereka. Mengapa begitu jauh perbedaan kualitas gambar yang dihasilkan? Seorang peserta menjawab,”Karena waktu yang diberikan untuk gambar kedua lebih lama.” Jawaban itu benar, dengan satu tambahan yang sangat penting, tekanan yang dirasakan peserta saat menggambar di sesi kedua jauh lebih kecil. Gambar di sesi pertama bisa dibilang jelek-jelek, karena tekanannya sangat tinggi. See? dalam hal ini, tekanan memicu stress kecil, yang membuat peserta tidak dapat berimajinasi. Ketika tekanan itu diangkat dari pundak mereka, imajinasi pun mengalir bebas dan ini berefek pada tingginya kualitas pencapaian pekerjaan.
Saya bertanya, “Jika Anda yang sudah dewasa saja tidak mampu menghasilkan karya yang baik di bawah tekanan yang begitu tinggi, bagaimana kiranya anak-anak? Kira-kira bisa tidak mereka mendapatkan pencapaian belajar yang tinggi jika terus menerus ditekan untuk tidak boleh salah dalam belajar?”
Tak ada yang menjawab pertanyaan ini.
Belajar dan Kreativitas
Apa tujuan belajar? Mengutip pernyataan profesor pendidikan Finlandia, Erno Lehtinen, yang beberapa waktu lalu berkunjung ke Indonesia, belajar adalah suatu cara mengembangkan kepribadian penuh anak-anak. Jadi ini bukan soal nilai-nilai di atas kertas, tapi soal sesuatu yang terintegrasi dalam diri anak-anak. Belajar erat kaitannya dengan kreativitas. Sebab, belajar membuat anak menjadi kreatif sehingga mereka bisa menemukan sesuatu (inovasi). Belajar dan kreativitas adalah satu paket. Jika pembelajaran tidak membuat anak-anak menjadi seorang yang kreatif, berarti ada yang salah di dalamnya. Kreativitas didahului imajinasi. Prosesnya kira-kira begini:
imajinasi –> belajar+kreatif –> inovasi. Mengutip Sir Ken Robinson, imajinasi adalah akar kreativitas, sementara kreativitas adalah imajinasi yang dinyatakan. Dalam istilah pakar pendidikan ini, kreativitas adalah imajinasi terapan (applied imagination).
Apa yang Mematikan Kreativitas Anak-anak?
Banyak faktor yang mematikan kreativitas anak-anak, tapi semuanya berakar dari satu hal: harapan orang dewasa agar anak-anak berprilaku laiknya ‘orang dewasa’. Apa itu prilaku orang dewasa? saya akan tulis beberapa saja: belajar tertib dalam artian duduk tenang (kalau perlu tangan dilipat di meja, dan mereka bertahan dalam posisi itu selama sekian jam ke depan), tidak boleh salah menjawab ujian (karena kalau salah nilai raport mereka akan rendah. Nilai rendah itu bukan hanya sekadar rendah, tapi juga dimerahkan dan diberi pula catatan. Sesuatu yang menampar harga diri), mereka dilarang banyak bertanya (karena itu menganggu konsentrasi pengajar), dilarang menjawab soal atau melakukan sesuatu dengan cara baru, sebab mereka harus melakukannya sesuai yang digariskan buku pelajaran, dilarang banyak menggambar, mewarnai, bermain, melakukan sesuatu yang membuat rumah berantakan (dan membuat ibu capek membersihkan rumah). Dalam hal ini, guru dan orang tua, berharap anak-anak menjadi anak baik, dalam pengertian mudah diatur sesuai kemauan orang dewasa. Coba letakkan saja diri anda di hidup yang penuh tekanan seperti ini, kira-kira anda akan menjadi sangat kreatif dan inovatif, nggak?
Pendidikan yang Membebaskan
Satu hal yang penting dalam pendidikan adalah, ajarlah anak-anak, entah anak sendiri atau anak orang lain (murid-murid di sekolah) agar mereka bisa menemukan diri sendiri. Kenali mereka, lalu arahkan mereka sesuai dengan kemampuan unik yang ada dalam diri mereka. Setiap manusia dilahirkan dengan chip bakat dari Tuhannya. Manusia tidak pernah dibiarkan sendirian tanpa bekal kehidupan apapun dari Penciptanya. Jangan sampai, chip bakat yang diberikan Tuhan untuk menopang hidup mereka kelak, justru kita matikan hanya karena chip itu tidak sesuai dengan yang kita inginkan.