Mengapa Anak Jadi Sangat Rewel Saat Bersama Ibunya?

December 13, 2018
5 mins

Pernah ngalamin kejadian berikut gak, Bun: pas anak ditinggal ama bapak, nenek atau pengasuhnya, anteng-anteng aja. Mereka jadi anak penurut, sopan, banyak makan dan tidak banyak ulah. Tapi … begitu Bunda pulang, semua itu berubah 180 derajat. Tangisan, rengekan, pertengkaran, menolak makan, dikasi sup pengennya soto, dikasi soto pengennya sup (curhat) langsung memenuhi seantero rumah. Bikin pusing pala barbie aja.

Kalau Bunda pernah ngalami itu, selamat, kita senasib. Mungkin kapan-kapan kita bisa bikin komunitas bernama ‘Perkumpulan Bunda yang Anaknya Anteng pas Ditinggal, tapi Ribut Begitu Bundanya Datang’. Kegiatannya macam-macam, di antaranya mungkin kursus memasak cara membuat sup rasa soto atau soto  rasa sup.

Apa yang saya lakukan kalau ketemu kejadian ini? Melebarkan hati. Owh … anak-anakku ini semua, kayaknya mereka pada kurang perhatian emaknya yang wara-wiri gak jelas di luaran. Saya berusaha bersikap manis, memberi senyum dan memeluk mereka satu satu sambil bilang íni anak ibu yang paling disayang’ (sampai akhirnya anak-anak bilang, kalau semuanya paling disayang, berarti gak ada yang paling disayang dong >_< ). Dan yang paling penting, saya berusaha mengingat hasil penelitian yang dilakukan Departemen Psikologi Universitas Washingnton. Hasil penelitian tentang apa itu? Berikut keterangannya.

Tempat Pelepasan

Pada tahun 2015, Departemen Psikologi Universitas Washington melakukan penelitian terhadap 500 keluarga. Mereka mencoba mencari tahu alasan mengapa anak-anak merengek, menangis, menjerit, banyak ulah bahkan bertengkar saat ibunya ada di dekat mereka. Studi ini dilakukan pada anak-anak di atas usia delapan bulan.

“Bahkan anak-anak usia delapan bulan yang sebelumnya bermain dengan bahagia, langsung melemparkan mainan dan menangis begitu melihat ibunya memasuki ruangan,”demikian kata Dr. K.P Leibowitz, salah satu peneliti dalam riset tersebut, “anak-anak yang mengalami masalah dalam penglihatan pun berlaku sama,”sambungnya, “begitu mendengar suara sang ibu, mereka langsung melempar barang dan minta cemilan.” Gawatnya,   situasi bisa menjadi 1600% lebih buruk untuk anak-anak yang berusia di bawah 10 tahun.

Mengapa hal ini terjadi? berdasarkan penelitian tersebut, jawabannya satu: karena anak merasa sangat nyaman dengan ibunya. Bersama sang ibu mereka bebas menjadi diri sendiri. Mereka bebas melepaskan rasa suntuk yang ada dalam diri mereka, karena tahu, toh ibu akan tetap mencintai dan menyayangi mereka. Loh, apakah itu artinya bersama ayah, nenek atau pengasuh lainnya mereka tidak nyaman? Bukan begitu, mereka tetap nyaman, hanya saja, ada keistimewaan dalam relasi mereka dengan sang ibu. Mereka merasa lebih dekat dan utuh bersama ibu mereka, dan itu membuat mereka tidak cemas melepaskan beban-beban dalam diri mereka. Semakin banyak beban yang mereka rasakan, semakin besar tekanan untuk melepaskannya pada sang ibu. Mereka mencoba mencari rasa aman dan nyaman. Kebanyakan orang bilang ini bentuk anak mencari perhatian, tapi sebenarnya, ini cara anak melepaskan tekanan dalam dirinya.

Nah loh, saya sedikit terhenyak waktu pertama kali baca hasil riset ini, lalu diam-diam merasa menyesal pernah jengkel dengan sikap anak-anak yang sepertinya 1000% lebih buruk saat ada saya. Ayah mereka sendiri sampai bertanya dengan heran, “kok sama kamu mereka jadi banyak ulah, sama aku mereka baik-baik saja, bahkan tidak menolak kusuruh menghabiskan makanan sepiring penuh? kok sama kamu makan setengah piring aja udah malas dan minta disuapin?” Oh, jadi ini sebabnya ya, Nak, huhuhu … seharusnya saya bilang álhamdulillah’dong ya, karena ternyata saya masih jadi tempat paling nyaman buat mereka. Mungkin ini rahasianya kenapa dalam sebuah hadist Rasulullah pernah berkata ‘jangan pisahkan seorang anak dari ibunya sampai sang anak akil baligh’. Mungkin hingga masa jelang dewasa itu, anak memiliki kegamangan-kegamangan sendiri saat menemukan hal-hal baru di dunia ini, dan tempat yang membuat mereka nyaman, tempat mereka bebas melepas tekanan, adalah sang ibu.

Betapa berharganya sosok seorang ibu dalam keluarga.

Jadi, ya gitu deh. Kalau anak-anak rewel saat bersama saya, saya mencoba melihatnya dari perspektif ini. Saya nggak mengevaluasi, nggak menasehati, dan berusaha tidak jengkel. Saya mencoba melapangkan hati, mensyukuri bahwa mereka masih mencintai saya dan menganggap saya sumber kebahagiaan mereka. Saya cuma peluk-peluk, sayang-sayang, dan kadang meredakan situasi dengan membacakan buku-buku cerita untuk mereka (cara ini selalu efektif untuk membuat rumah tenang kembali). Dan ketika mereka tidur tenang saya bersyukur. Alhamdulillah, satu hari lagi terlewati tanpa saya marah-marah.

 

Catt. Artikel ini berulangkali disalin ulang berbagai akun medsos dan diplagiat berbagai web. Artikel asli diposting di blog saya sebelumnya,  

Maya Lestari Gf adalah seorang novelis dan praktisi homeschooling